Kewajiban Umat Islam Terhadap Jenazah

Apabila seseorang telah dinyatakan positif meninggal dunia, ada beberapa hal yang harus disegerakan dalam pengurusan jenazah oleh keluarganya, yaitu: memandikan, mengafani, menyalatkan dan menguburnya. Namun, sebelum mayat itu dimandikan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu seperti berikut.
  1. Pejamkanlah matanya dan mohonkanlah ampun kepada Allah Swt. atas segala dosanya.
  2. Tutuplah seluruh badannya dengan kain sebagai penghormatan dan agar tidak kelihatan auratnya.
  3. Ditempatkan di tempat yang aman dari jangkauan binatang.
  4. Bagi keluarga dan sahabat-sahabat dekatnya tidak dilarang mencium si mayat.
Perawatan Jenazah
1.  Memandikan Jenazah 
Syarat-syarat wajib memandikan jenazah
  1. Jenazah itu orang Islam. Apa pun aliran, mazhab, ras, suku, dan profesinya.
  2. Didapati tubuhnya walaupun sedikit.
Yang berhak memandikan jenazah
  1. Apabila jenazah itu laki-laki, yang memandikannya hendaklah laki-laki pula. Perempuan tidak boleh memandikan jenazah laki-laki, kecuali istri dan mahram-Nya.
  2. Apabila jenazah itu perempuan, hendaklah dimandikan oleh perempuan pula. Laki-laki tidak boleh memandikan kecuali suami atau mahram-Nya.
  3. Apabila jenazah itu seorang istri, sementara suami dan mahram-Nya ada semua, suami lebih berhak untuk memandikan istrinya.
  4. Apabila jenazah itu seorang suami, sementara istri dan mahram-Nya ada semua, istri lebih berhak untuk memandikan suaminya.  
  5. Kalau mayatnya anak laki-laki atau anak perempuan masih kecil, perempuan atau laki-laki dewasa boleh memandikannya. 
Berikut tata cara memandikan jenazah.
  1. Di tempat tertutup agar yang melihat hanya orang-orang yang memandi kan dan yang mengurusnya saja.
  2. Mayat diletakkan di tempat yang tinggi seperti dipan.
  3. Dipakaikan kain basahan seperti sarung agar auratnya tidak terbuka.
  4. Mayat didudukkan atau disandarkan pada sesuatu, lantas disapu perutnya sambil ditekan pelan-pelan agar semua kotorannya keluar. Setelah itu, dibersihkan dengan tangan kiri, dan yang memandikannya dianjurkan mengenakan sarung tangan. Dalam hal ini boleh memakai wangi-wangian agar tidak terganggu bau kotoran si mayat.
  5. Setelah itu hendaklah mengganti sarung tangan untuk membersihkan mulut dan gigi si mayat.
  6. Membersihkan semua kotoran dan najis.
  7. Mewudukan, setelah itu membasuh seluruh badannya.
  8. Disunahkan membasuh tiga sampai lima kali.
Air untuk memandikan mayat sebaiknya dingin. Kecuali udara sangat dingin atau terdapat kotoran yang sulit dihilangkan, boleh menggunakan air hangat.

2.  Mengafani Jenazah
Setelah selesai dimandikan, jenazah selanjutnya dikafani. Pembelian kain kafan diambilkan dari uang si mayat sendiri. Apabila tidak ada, orang yang selama ini menghidupinya yang membelikan kain kafan. Jika ia tidak mampu, boleh diambilkan dari uang kas masjid, atau kas RT/RW, atau yang lainnya secara sah. Apabila tidak ada sama sekali, wajib atas orang muslim yang mampu untuk membiayainya.
Kain kafan paling tidak satu lapis. Sebaiknya tiga lapis bagi mayat laki-laki dan lima lapis bagi mayat perempuan. Setiap satu lapis di antaranya merupakan kain basahan. Abu Salamah r.a. menceritakan, bahwa ia pernah bertanya kepada ‘Aisyah r.a. “Berapa lapiskah kain kafan Rasulullah saw.?” “Tiga lapis kain putih, “ jawab Aisyah. (HR. Muslim).
Cara membungkusnya adalah hamparkan kain kafan helai demi helai dengan menaburkan kapur barus pada tiap lapisnya. Kemudian, si mayat diletakkan di atasnya. Kedua tangannya dilipat di atas dada dengan tangan kanan di atas tangan kiri. Mengafaninya pun tidak boleh asal-asalan “Apabila kalian mengafani mayat saudara kalian, kafanilah sebaik-baiknya.” (HR. Muslim dari Jabir Abdullah r.a.).

3.  Menyalati Jenazah
Orang yang meninggal dunia dalam keadaan Islam berhak untuk di-salat kan. Sabda Rasulullah saw. “salatkanlah orang-orang yang telah mati.” (H.R. Ibnu Majah). “Salatkanlah olehmu orang-orang yang mengucapkan: “Lailaaha Illallah.” (H.R. Daruqutni). Dengan demikian, jelaslah bahwa orang yang berhak disalati ialah orang yang meninggal dunia dalam keadaan beriman kepada Allah Swt. Adapun orang yang telah murtad dilarang untuk disalati.
Untuk bisa disalati, keadaan si mayat haruslah:
  1. Suci, baik badan, tempat, maupun kafan.
  2. Sudah dimandikan dan dikafani.
  3. Jenazah sudah berada di depan orang yang menyalatkan atau sebelah kiblat.
Tata cara pelaksanaan salat jenazah adalah sebagai berikut.
1.  Jenazah diletakkan di depan jamaah. Apabila mayat laki-laki, imam berdiri di dekat kepala jenazah. Apabila mayat perempuan imam berdiri di dekat perut jenazah.
2.  Imam berdiri paling depan diikuti oleh makmum, jika yang menyalati sedikit, usahakan dibuat 3 baris /shäf.
3.  Mula-mula semua jamaah berdiri dengan berniat melakukan salat jenazah dengan empat takbir.
Niat itu ada yang dibaca dalam hati, ada yang dilafalkan. Apabila dilafalkan, maka bacaannya sebagai berikut.
Untuk Jenazah laki-laki:
اُصَلِّى عَلَى هَذَاالْمَيِّتِ اَرْبَعَ تَكْبِرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالَ
Untuk Jenazah perempuan:

اُصَلِّى عَلَى هَذِهِ الْمَيِّتَةِ اَرْبَعَ تَكْبِرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالَ
Artinya: “Aku berniat salat atas jenazah ini empat takbir fardu kifayah sebagai makmum karena Allah ta’ala.
4.  Kemudian Takbiratul ihram yang pertama, dan setelah takbir pertama itu selanjutnya membaca surat Al-Fatihah.
5.  Takbir yang kedua, dan setelah itu, membaca Shalawat atas Nabi Muhammad Saw.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ
6. Takbir yang ketiga, kemudian membaca doa untuk jenazah. Bacaan doa bagi jenazah adalah sebagai berikut.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ
Artinya: “Ya Allah, ampunilah ia, kasihanilah ia, sejahterakanlah ia, maafkanlah kesalahannya.”
7. Takbir yang keempat, dilanjutkan dengan membaca doa sebagai berikut:
اللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلاَ تَفْتِنَّا بَعْدَهُ وَ اغْفِرْ لَنَا وَلَهُ
Artinya: “Ya Allah, janganlah Engkau menjadikan kami penghalang dari mendapatkan pahalanya dan janganlah engkau beri kami fitnah sepeninggalnya, dan ampunilah kami dan dia.” (H.R. Hakim)
8. Membaca salam sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.

Catatan:
Do'a yang dibaca setelah takbir ketiga dan keempat disesuaikan dengan jenis kelamin jenazahnya.
  1. Apabila jenazahnya seorang wanita, damir/kata ganti hu diganti dengan kata ha.
  2. Apabila jenazahnya dua orang, damir/kata ganti hu diganti dengan huma.
  3. Apabila jenazahnya banyak, maka damir/kata ganti hu diganti dengan hum untuk laki-laki atau laki-laki serta perempuan dan hunna untuk perempuan.
4.  Mengubur Jenazah
Perihal mengubur jenazah ada beberapa penjelasan sebagai berikut.
1.  Sebaiknya menguburkan jenazah pada siang hari. Mengubur mayat pada malam hari diperbolehkan apabila dalam keadaan terpaksa seperti karena bau yang sangat menyengat meskipun sudah diberi wangi-wangian, atau karena sesuatu hal lain yang harus disegerakan untuk dikubur.
2.  Anjuran meluaskan lubang kubur. Rasulullah saw. Pernah mengantar jenazah sampai di kuburnya. Lalu, beliau duduk di tepi lubang kubur, dan bersabda,
“Luaskanlah pada bagian kepala, dan luaskan juga pada bagian kakinya. Ada beberapa kurma baginya di surga.” (H.R. Ahmad dan Abu Dawud)
3.  Boleh menguburkan dua tiga jenazah dalam satu liang kubur. Hal itu dilakukan sewaktu usai perang Uhud. Rasulullah saw. Bersabda, “Galilah dan dalamkanlah. Baguskanlah dan masukkanlah dua atau tiga orang di dalam satu liang kubur. Dahulukanlah (masukkan lebih dulu) orang yang paling banyak hafal al Qur'ān.” (H.R. Nasai dan Tirmidzi dari Hisyam bin Amir r.a.)
4.  Bacaan meletakkan mayat dalam kubur. Apabila meletakkan mayat dalam kubur, Rasulullah saw. membaca:
بِسْمِ اللَّهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللَّهِ
Artinya: Dengan nama Allah dan nama agama Rasulullah.
Dalam riwayat lain, Rasulullah Saw. Membaca:

بِسْمِ اللَّهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللَّهِوَعَلَى سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ
Artinya: Dengan nama Allah dan nama agama Rasulullah dan atas sunnah Rasulullah.” (H.R. Lima ahli hadis, kecuali Nasai dan Umar ra.)
6.  Sebelum dikubur, ahli waris atau keluarga hendaklah bersedia menjadi penjamin atau menyelesaikan atas hutang-hutang si mayat jika ada, baik dari harta yang ditinggalkannya atau dari sumbangan keluarganya. Nabi Muhammad saw. Bersabda: “Diri orang mu’min itu tergantung (tidak sampai ke hadirat Tuhan), karena hutangnya, sampai dibayar dahulu hutangnya itu (oleh keluarganya).” (H.R. Ahmad dan Tirmidzi dari Abu Hurairah r.a.)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel